MANFAAT
PEMBUATAN FEEDING AIDS PADA BAYI YANG
MENDERITA CELAH BIBIR DAN LANGIT – LANGIT
Skripsi
Diajukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Program Studi D-IV Keperawatan Gigi
Disusun
Oleh:
ETI KUSMIATI
NIM : P2.06.25.1.13.051
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK
KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
TASIKMALAYA
2014
INTISARI
INTISARI
Kelainan
celah bibir dan langit-langit pada bayi bisa disebabkan multifaktor, seperti
herediter dan lingkungan yang dipastikan menjadi penyebab terjadinya kelainan
celah bibir dan langit-langit. Bayi yang mengalami celah bibir dan
langit-langit akan menghadapi kesulitan dalam menyusu, yaitu tidak efisiennya penghisapan
saat menyusu dan kemungkinan susu masuk ke saluran napas sehingga menyebabkan
bayi tersedak serta air susu keluar melalui hidung. Usaha untuk mengatasi bayi
dengan labiopalatoschizis digunakan
pemakaian gabungan alat akrilik lunak dan keras sehingga memudahkan pemberian
makan yaitu dengan pemakaian feeding aids.
Tujuan
penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui manfaat pembuatan feeding aids pada bayi yang menderita
celah bibir dan langit-langit.
Penulisan ini
bersifat deskriptif dengan metode studi literatur atau telaah kepustakaan dari
buku-buku, jurnal, internet dan dokumen dari penulis terdahulu yang berhubungan
dengan manfaat pembuatan feeding aids
pada bayi yang menderita celah bibir dan langit-langit.
Feeding aids adalah alat bantu minum agar bayi tidak
tersedak dan bayi dapat memperoleh nutrisi yang baik sehingga kesehatan dan
pertumbuhan bayi dapat berjalan dengan baik.
Pemakaian alat bantu prosthetic feeding aids pada bay dengan kelainan
celah bibir dan langit-langit merasa lebih nyaman, tidak tersedak selama minum
atau makan dan aspirasi makanan ke saluran napas juga berkurang.
Kata kunci : Feeding
aids, bayi, celah bibir, celah
langit-langit.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gizi atau nutrisi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Gizi dibutuhkan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan memberikan bahan bakar bagi proses dalam
mencapai kualitas hidup. Kebutuhan nutrisi bayi dan balita berbeda dengan
kebutuhan nutrisi pada orang dewasa karena masa pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan asupan gizi yang
cukup dan sempurna agar masa pertumbuhan dan perkembangan ini berlangsung
secara optimal (Depkes, R.I., 2004).
Asupan nutrisi yang baik pada bayi
membantu mencegah penyakit, mengembangkan kemampuan fisik dan mental. Bayi
dengan kondisi gizi kurang dapat mengalami gagal tumbuh kembang sehingga tidak
akan tercapai perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada usia berikutnya (Depkes,
R.I., 2004).
Upaya kesehatan yang semula dititik
beratkan pada upaya penyembuhan penderita yang berangsur-angsur berkembang ke
arah keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Pembangunan kesehatan yang
menyangkut upaya kesehatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat (Depkes, R.I., 2006).
Derajat kesehatan masyarakat juga
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari
sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan,
lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya (Depkes, R.I, 2011).
Bagian tubuh yang banyak mendapat
perhatian dari setiap orang salah satunya adalah wajah, jika terdapat
keganjalan atau abnormalitas pada wajah sering mengundang tanggapan. Kelainan
bibir dan langit-langit faktor herediter yang dipastikan penyebab terjadinya
celah bibir. Penyelidikan terhadap keluarga penderita celah bibir dan pada anggota
keluarga setiap generasi, selain faktor-faktor herediter, faktor lingkungan
juga menjadi penyebab terjadinya kasus ini ( Bropy, 1971).
Faktor lingkungan mempunyai peranan
penting dalam pembentukan bibir dan langit-langit, masa perkembangan janin
selama masa pertumbuhan dalam kandungan sangat mempengaruhi atau menyebabkan
terjadinya celah bibir dan langit-langit, diantaranya nutrisi ibu hamil, trauma
yang dialami ibu hamil, kondisi ekonomi yang rendah serta obat – obatan yang
dikonsumsi ibu ketika hamil. Pemberian obat pada wanita hamil menimbulkan
persoalan bagi Dokter, meskipun obat yang digunakan selama kehamilan terutama
untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin yang tumbuh akan jadi
penerima obat (Gan, 1987).
Nutrisi pada ibu
hamil akan berdampak pada perjalanan kehamilan dan bayi yang akan
dilahirkannya. Usia kehamilan yang rentan pada saat pertumbuhan embriologis di trimester
pertama (6 minggu pertama – 8 minggu), pada saat itu merupakan proses
pembentukan jaringan dan organ-organ dari calon bayi. Gangguan nutrisi
merupakan salah satu penyebab terjadinya celah bibir dan langit-langit
(Kartawidjaya, 1995).
Penyebab bibir sumbing dan celah langit – langit
adalah multifaktorial, selain faktor genetik juga faktor non genetik atau
lingkungan. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan
celah langit – langit adalah usia ibu melahirkan, perkawinan antara penderita
bibir sumbing, defisiensi Zinc waktu
hamil dan defisiensi vitamin B6 (Kurniawan, 2009 ).
Insidensi celah
bibir dan langit-langit terjadi sekitar 65% dari seluruh kasus pada daerah
kepala dan leher (Jamilian, 2007). Prevalensi celah bibir dan langit-langit
diperkirakan sebanyak 0,52 - 1,34 per 1000 kelahiran (Laskaris, 2000), dengan
insidensi kurang lebih 45% dari semua celah yang terjadi (Finn, 2003).
Prevalensi lebih tinggi pada bangsa Asia yaitu 1/2500 kelahiran, bangsa
Kaukasia 1/1000 kelahiran dan bangsa Afrika 1/2500 kelahiran (Kartini, 2012).
Survei awal pada Dinas Kesehatan Majalengka bulan
Desember 2010, menyatakan bahwa dari 33 orang penderita labiopalatoschizis di kabupaten Majalengka yang paling banyak
terdapat di Kecamatan Malausma dan Kecamatan Lemahsugih yang terdiri dari
Kecamatan Malausma 13 orang dan Kecamatan Lemahsugih 8 orang (Kartini, 2012).
Bayi baru lahir yang mengalami
celah bibir dan langit-langit akan menghadapi kesulitan dalam menyusu, yaitu
tidak efisiennya penghisapan saat menyusu dan kemungkinan susu masuk ke saluran
napas sehingga menyebabkan bayi tersedak serta air susu keluar melalui hidung.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusu lebih lama sehingga perut bayi menjadi
kembung, tidak nyaman serta kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Keberadaan celah
bibir dan langit-langit membuat kemampuan bayi untuk menutup rongga mulut dan
menciptakan hisapan tidak memadai sehingga bayi tidak mampu menarik cairan ke
dalam mulut secara efisien (Damayanti, 2009).
Bayi yang terlahir dengan celah
bibir dan langit-langit harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan
pendekatan team based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut. Masalah rekontruksi bibir sumbing, masih ada masalah
lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi geligi
dan psikososial. Penanganan tersebut diperlukan tenaga spesialis bidang
kesehatan anak, bedah plastik,THT, orthodontist
serta terapis bicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog (Kurniawan dan
Akhyar, 2009). Untuk kasus tersebut di atas diperlukan sistem pemberian susu dengan
bantuan untuk asupan yang memadai dan posisi pemberian makan yang benar
(Damayanti, 2009).
Metode pemberian makan harus dipilih
berdasarkan efisiensi dan keamanan minum. Pemberian makan melaui mulut harus
selesai dalam waktu 20 hingga 30 menit, pemberian makan yang lebih lama dapat
mengarah pada kehilangan kalori bersih akibat pengeluaran energi yang
berlebihan. Bayi yang mengalami labiopalatoschizis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labiopalatoschizis dan bayi dengan
masalah pemberian makan/ atau asupan makanan tertentu (Damayanti, 2009). Usaha
untuk mengatasi masalah ini digunakan pemakaian gabungan alat akrilik lunak dan
keras yang diperkenalkan pada tahun 1965 dan dikonstruksi kembali sehingga
memudahkan pemberian makan (Damayanti, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc Donald
dan Avery (1994) melaporkan bahwa bayi merasa lebih nyaman selama minum atau
makan dan aspirasi makanan ke saluran napas juga berkurang setelah memakai prosthetic feeding aids, dengan tujuan sebagai alat bantu minum sehingga bayi
tidak tersedak dan bayi dapat memperoleh nutrisi yang baik sehingga kesehatan
dan pertumbuhan bayi dapat berjalan dengan baik (Damayanti, 2009).
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul skripsi tentang “Manfaat
pembuatan feeding aids pada bayi yang
menderita celah bibir dan langit-langit”.
B.
Perumusan
Masalah
Atas dasar latar belakang maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut” apa manfaat dari penggunaan feeding aids yang diduga dapat menangani kasus pada bayi celah
bibir dan langit-langit”.
C.
Keaslian
Penulisan
Sepengetahuan penulis, penulisan
Skripsi dengan studi literatur yang berjudul manfaat pembuatan feeding aids pada bayi yang menderita
celah bibir dan langit-langit belum pernah dilakukan, namun mempunyai perbedaan
dengan Skripsi faktor- faktor penyebab terjadinya labiopalatoschizis pada bayi oleh Dian Sari, letak
perbedaanya skripsi ini membahas tentang manfaat pembuatan
feeding aids pada bayi yang menderita
celah bibir dan langit-langit.
D.
Tujuan
penulisan
Mengetahui apa manfaat dari
pembuatan feeding aids pada bayi yang
menderita celah bibir dan langit-langit.
E.
Manfaat
Penulisan
1. Menambah
pengetahuan dan wawasan bagi ibu yang mempunyai anak yang mengalami celah bibir
dan langit-langit.
2. Menambah
pengetahuan ibu hamil agar lebih menjaga kehamilannya, terutama pada trimester
pertama.
3. Menambah
wawasan penulis tentang manfaat feeding aids
pada bayi yang menderita celah bibir dan langit-langit.
F.
Metode
Penulisan
Penyusunan
skripsi ini berdasarkan studi literatur, untuk menelaah tentang manfaat
pembuatan feeding aids pada bayi yang
menderita celah bibir dan langit-langit
melalui sumber bacaan, buku-buku, jurnal, artikel yang berhubungan
dengan manfaat pembuatan feeding aids
pada bayi yang menderita celah bibir dan langit-langit, mencari bagaimana cara
memecahkan masalah dan mencapai jalan keluar serta penanggulangannya untuk
menjawab permasalahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Prosthetic Feeding Aids
Prosthetic
feeding aids adalah salah satu jenis obturator yang mempunyai arti sebagai
alat penutup lubang. Plat ini merupakan sebuah alat prostodontik yang celah, untuk mengembalikan kondisi rongga
mulut dan hidung yang terpisah akan membantu dalam pemberian makan (Damayanti,
2009).
Pemasangan Feeding aids atau Obturator biasanya
dilakukan pada bayi umur 1 hari sampai usia 18 bulan, karena prosthodontist menyarankan lebih cepat
dipasang lebih baik agar dapat membantu proses menyusui. Sebuah obturator
supaya nyaman harus ringan, stabil, tidak menyebabkan iritasi, sederhana dalam
desain, mudah dilepas, dan mampu memulihkan baik kontur dan fungsi fisiologis,
seperti berbicara dan menelan. Bayi akan menulusuri dengan lidahnya dan mencoba untuk membiasakan diri
dengan feeding aids atau obturator
tersebut (Damayanti, 2009).
Menurut Damayanti (2009), Obturator dibagi menjadi dua yaitu :
a. Treatment obturator
Treatment obturator
yaitu obturator yang dibuat terlebih
dahulu dan segera dipasang setelah tindakan operasi.
b. Definitif obturator
Definitif
obturator yaitu obturator yang berbentuk gigi tiruan sebagian lepasan dibuat
setelah proses penyembuhan.Dr. Chan C.K dari Royal Children Hospital
berpendapat bahwa efek alat ini sangat penting sehingga dinamakan sebagai prosthetic feeding plate atau early maxilarry orthopedics atau presurgical orthopedic. Beliau
menekankan fungsi alat ini untuk mengurangi lebar celah alveolar dan palatum
selain untuk fungsi mulut, yaitu makan.
1.
Indikasi
Feeding Aids
Indikasi
feeding aids yaitu pada bayi yang
mengalami kelainan labiopalatoschizis
baik itu unilateral, bilateral, complete, dan incomplete
(Wiki, 2009).
2.
Keuntungan
Prosthetic Feeding Aids
Alat
ini dibuat untuk menutupi celah pada langit-langit dengan tujuan :
a. Agar
bayi dapat memperoleh nutrisi yang baik sehingga kesehatan dan pertumbuhan /
perkembangan bayi dapat berjalan dengan baik.
b. Sebagai
alat bantu minum sehingga bayi tidak tersedak.
c. Membuat
kondisi optimal dari segmen rahang atas untuk berkembang dan tumbuh.
d. Posisi
lidah lebih terkontrol sehingga penelanan menjadi lebih baik.
e. Memberi
efek psikologis yang positif karena pembuatan alat ini merupakan perawatan awal
yang akan memberikan perasaan tenang bagi orang tua (Damayanti, 2009).
Menurut
beberapa ahli feeding aids menghambat
pertumbuhan wajah pasien, tiap satu atau dua bulan sekali memerlukan
penggerindaan pada feeding aids
atau obturator
yang baru sesuai dengan pertumbuhan pasien (Evy, 2007).
3.
Tujuan
Feeding Aids
Tujuan
pemasangan feeding aids antara lain :
a. membantu
perkembangan rahang.
b. mencegah
infeksi.
c. mencegah
masuknya makanan ke paru-paru.
d. Supaya
tidak tersedak pada saat makan dan minum.
e. Mencegah
infeksi sekunder.
Menurut
Chang (1994), secara fungsional perawatan plate
ini berusaha untuk menormalisir pemberiaan susu, posisi lidah dan menelan
dengan menutup celah. Macam-macam feeding
aids di tinjau dari segi ortopedik yaitu :
1. Tipe
aktif, yaitu secara aktif mereposisi letak segmen alveolus dengan mempergunakan plate
yang memakai per dan sekrup.
2. Tipe
pasif, yaitu menuntun pertumbuhan alveolar
ke arah yang lebih baik. Pemakaian extra moulding berguna untuk menuntun
pertumbuhan alveolaris mereposisi tulang.
Pemasangan
obturator atau feeding aids terbuat dari bahan akrilik yang elastis, semacam gigi
tiruan tapi lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut
bayi. Prosthetic feeding aids terdiri
dari dua bagian :
1. Akrilik
lunak, merupakan bagian yang menghadap mukosa mulut.
2.
Akrilik keras, merupakan
bagian yang terletak di bagian tengah langit-langit dan berguna untuk mendukung
dan stabilisasi plat dalam arah interval maupun anteroposterior.
Gambar 1. Akrilik lunak
dan keras (Damayanti, 2009)
4. Prosedur
pembuatan prosthetic feeding aids
Pembuatan
plat melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Tahap
pemeriksaan bayi saat kunjungan pertama
1) penjelasan
kepada orang tua tentang cacat bayi.
2) memastikan
kesehatan bayi.
3) pemeriksaan
kondisi mulut bayi untuk melihat :
a) jenis
celah
b) adanya
infeksi pada rongga mulut
c) adanya
ulkus yang biasanya terdapat pada septum nasal yang terbuka
d) adanya
pembengkakan
b. Tahap
pembuatan sendok cetak pribadi
Di
klinik spesialis prostodontia untuk sendok cetak pribadi telah disediakan
dengan berbagai ukuran dengan pertimbangan bahwa bayi dicetak hanya sekali.
c. Tahap
pekerjaan laboratorium
Dimulai
tahap pencetakan berupa :
1) persiapan
alat bantu napas berupa oksigen dan suction
dengan berkoordinasi ahli anestesi.
2) bayi
dipuaskan 2-3 jam sebelum pencetakan untuk mencegah muntah pada waktu
pencetakan.
3) bahan
:
a) bahan
cetak elastomer
b) gips
batu
c)
resin
akrilik cold curing
d) tissue conditioner
atau soft liner
4) alat
:
a) sendok
cetak bayi dengan berbagai ukuran
b) Bowl
dan spatula
c) straight handpiece
dan table engine
d) bor
batu dan poles
d. Tahap
pencetakan sebagai berikut :
Pencetakan
dilakukan pada bayi dalam keadaan sadar tanpa pembiusan maupun pemberian
sodasi. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan bahan cetak elastomer, kemudian
hasil cetakan dicor dengan gips batu untuk mendapatkan model cetakan.
Gambar 2. Model cetakan
(Damaynti, 2009)
Gambar 3. Pengadukan bahan
exaflex (Damayanti, 2009)
e. Pembuatan
pola lilin / malam.
Bagian
defek dari model kerja di blok dengan gips untuk menutupi daerah yang terlalu
gerong. Kemudian di buat pola malam, pada bagian langit-langit diberi tambahan
lapisan malam untuk bagian akrilik keras. Dibawah ini menunjukan cetakan yang
sudah dicor dan dibuatkan pola lilin :
Gambar 4. Cetakan yang sudah dicor dan
dibuatkan pola lilin (Damayanti, 2009)
f. Pemendaman
dalam kuvet
Gambar 5. Pemendaman
dalam kuvet (Damayanti, 2009)
g. Proses
penggantian malam dengan akrilik lunak dan keras
h. Penghalusan
dan pemolesan akrilik
i. Pemasangan
Prosthetic Feeeding Aids
Bayi
dipuasakan 2-3 jam sebelumnya agar bayi mau mencoba dengan alat ini, waktu
insersi harus hati-hati dan perhatikan :
1) Bagian
posterior di daerah perbatasan antara palatum
durum sering mengalami distorsi
karena pada waktu pencetakan jaringan lunak dapat berubah posisi ke arah
langit-langit keras, maka harus dilakukan pengasahan untuk penyesuaian.
2)
Bagian perluasan ke
arah hidung harus dikurangi untuk membebaskan jalan napas.
3) Setelah
alat beradaptasi dengan baik, dicoba minum susu dengan menggunakan dot. Waktu
minum, posisi bayi tegak agar bayi tidak tersedak dan posisi yang tepat adalah
45o (Evy, 2007).
Gambar
6. prosthetic feeding aids
Bagian
atas dilihat dari sisi yang menghadap ke hidung & bagian bawah dilihat dari
sisi yang menghadap ke mukosa mulut (Damayanti, 2009).
j. Instruksi
kepada orang tua bayi
1) Cara
pemasangan, alat dipakai 24 jam dan di lepas hanya pada waktu dibersihkan
setiap habis minum dan di rendam dalam air matang yang dingin pada tempat tertutup.
2) Setelah
24 jam pemasangan, dilakukan kontrol apakah ada iritasi, bila ada harus
dikurangi dan dihaluskan kembali.
3) Kontrol
dilakukan 2 minggu sekali untuk melihat pertumbuhan alveolus.
4) Melakukan
koordinasi dengan dokter anak untuk pengontrolan nutrisi, imunisasi dan
perawatan lainnya (Damayanti, 2009).
Gambar 7. Contoh
pemasangan dan penggunaan feeding aids
k. Setelah
obturator dilepas pada usia 18 bulan, disarankan melakukan proses operasi pada
bayi usia 18-24 bulan. Pertimbangan bila dilakukan terlalu dini dapat
menghambat pertumbuhan wajah sedangkan bila terlalu lama proses bicara sudah
terekam di otak sehingga suara sengau tidak bisa dikoreksi meski telah dilakukan
tindakan palatoplasty (Damayanti,
2009).
B.
Konsep
Teori Tentang Bayi
1. Pengertian
Bayi
Bayi adalah anak-anak yang berusia 0
bulan sampai 11 bulan. Bayi baru lahir adalah peralihan dari janin yang
terpendam dalam cairan ketuban sepenuhnya bergantung pada plasenta (ari-ari) untuk pemenuhan kebutuhan makan dan oksigennya,
menjadi bayi yang menangis keras dan bernapas menghirup udara. Bayi lahir
normal adalah bayi yang dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan 2500-4000
gram, nilai Apgar ≥ 7 dan tanpa cacat bawaan (Rusmil, 2008).
2. Masa
usia bayi
Masa bayi adalah masa dimana kontak erat
antara ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu dalam
mendidik anak sangatlah besar. Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua
dan keluarga sebagai unit pertama yang dikenalnya. Beruntunglah bayi yang
mempunyai orang tua yang hidup rukun, bahagia dan memberikan yang terbaik untuk
anak (Kartini, 2012)
Masa ini juga, kebutuhan akan
pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat
Air Susu Ibu (ASI) ekslusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan pada
makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal,
mendapat pola asuh yang sesuai (Rusmil, 2008).
Masa
bayi yaitu umur 0-11 bulan. Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa
neonatal, usia 0 sampai 28 hari
Masa
ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah,
serta mulainya berfungsi organ-organ.
Masa neonatal dibagi menjadi 2
periode yaitu :
1) masa
neonatal dini, usia 0-7 hari
2) masa
neonatal lanjut, usia 8-28 hari
Hal
yang paling penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang menjadi anak sehat adalah bayi lahir ditolong oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, di sarana kesehatan yang memadai. Antisipasi resiko
buruk pada bayi saat dilahirkan yaitu jangan terlambat pergi ke sarana
kesehatan bila dirasakan sudah saatnya untuk melahirkan sebaiknya didampingi
oleh keluarga yang dapat menenangkan perasaan ibu (Rusmil, 2008).
b. Masa
post (pasca) neonatal , usia 29 hari
sampai 11 bulan.
Masa
ini terjadi pertumbuhan yang besar dan proses pematangan berlangsung secara
terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf (Rusmil, 2008).
C.
Celah
Bibir dan Langit-langit (Labiopalatoschizis)
1.
Pengertian
Celah Bibir (Labioschizis)
Labioskizis atau cleft lip
atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian
bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschizis unilateral, dan jika celah
terdapat pada kedua sisi disebut labioschizis
bilateral (Kurniawan, 2009).
Celah bibir adalah keadaan terbelahnya bibir
sehingga bibir tidak dapat bersatu. Definisi lainnya adalah efek kongenital
pada bibir atas, biasanya terjadi karena kegagalan sebagian maupun komplit pada
saat proses migrasi dan deposit lapisan mesioderm
disekitar daerah kepala embrio yang
diikuti kegagalan bersatunya processus
maxilla dan processus nasal medial.
Celah ini berifat unilateral, bilateral
atau median, bisa disertai adanya
defek pada maksila dan langit-langit,dikenal dengan sebutan cheiloschizis, hareplips dan stomatoshcizis (Dorland, 2003).
Gejala dan tanda pada celah bibir (labioschizis) :
a.
Distorsi pada hidung
b.
Tampak sebagian atau keduanya
c.
Adanya celah pada bibir
2.
Pengertian Celah Langit-langit (Palatoschizis)
Palatoshcizis atau celah langit-langit adalah kelainan kongenital yang terjadi pada atap mulut.
Istilah yang biasa digunakan untuk kelainan ini adalah palatoshcizis berasal dari kata palato
yang berarti langit-langit (palatum)
dan shcizis disebut celah ( Dorland,
2003 ).
Umumnya terjadi pada minggu akhir
bulan ketiga intra uterin, disaat palatal lengkap, celah langit-langit
lunak dan keras sampai foramen insisivus.
Palatoshcizis yaitu kelainan kontak palatal depan dan samping muka serta
langit-langit mulut/tidak menutup dengan sempurna (Novikasari, 2010).
Celah
langit-langit adalah fissure kongenital
pada daerah palatum lunak dan palatum keras. Celah ini terjadi akibat
kegagalan fusi processus palatinus sehingga atap rongga mulut
sampai rongga terbuka dan dapat meluas sampai dengan anterior premaksila, disebut juga palatoshcizis, uranoschizis. Labioschizis/Labiopalatoschizis
yaitu kelainan kontak palatal depan dan samping muka serta langit-langit mulut
menutup/tidak menutup dengan sempurna (Novikasari, 2010).
Gejala dan tanda pada palatoschizis
a.
Dampak ada celah pada palatum lunak dan keras atau foramen insisif
b.
Adanya rongga pada hidung
c.
Distorsi hidung
d.
Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
e.
Kesukaran dalam menghisap atau makan
3.
Celah bibir dan langit-langit (Labiopalatschizis)
Labiopalatshcizis atau celah bibir dan langit-langit adalah kelainan
bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin, ini menyebabkan adanya celah antara
kedua sisi kanan dan kiri bibir (Widjanantie, 2008).
Palatoshcizis atau celah langit-langit adalah salah satu abnormal yang melewati langit-langit
mulut menuju kesaluran udara di hidung (Zaenal, 2009).
Celah dan
langit-langit merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian
atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Kelainan ini
ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas yang biasanya berlokasi
dibawah hidung dan dapat terjadi bersamaan dengan celah langit-langit. Kelaianan
ini juga merupakan jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan
organ tubuh wajah selama kehamilan ( Zaenal, 2009).
Celah bibir
dan langit-langit adalah kelainan perkembangan yang meliputi celah bibir, celah
rahang atas dan celah langit-langit disebut juga cheilohatopalatoschizis (Dorland, 2003).
4.
Klasifikasi
kelainan celah bibir dan celah langit-langit
Banyak sistem
klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit sekarang ini, namun belum ada
klasifikasi standar yang diterima secara universal.
Klasifikasi menurut Kernahan dan Stark dianggap paling baik dibanding dengan
sistem klasifikasi lain karena mengklasifikasi berdasarkan teori embriologi perkembangan wajah dan
mekanisme perkembangan anterior dan posterior dan foramen insisif (Smith, 1983).
a.
Berdasarkan organ yang terlibat, terdiri dari :
1) celah di bibir ( labioschizis)
2) celah di gusi ( gnatoschizis
)
3) celah di langit ( palatoschizis
)
4) celah dapat terjadi bila satu organ, misalnya terjadi
di bibir dan langit-langit ( labiopalatoschizis
).
Gambar 8. Klasifikasi kelainan celah bibir dan langit-langit
b.
Berdasarkan lengkap
tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi,
mulai yang dari ringan sampai berat. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit
menurut Kernahan dan Stark ( 1983 ) yaitu :
1) celah
langit-langit primer tidak lengkap unilateral
kiri.
2) celah
langit-langit lengkap kiri yang berakhir samapai ke foramen insisivus.
3) celah
langit-langit primer bilateral
lengkap.
4) celah
langit-langit sekunder tidak lengkap.
5) celah
langit-langit sekunder lengkap.
6) celah
langit-langit primer dan sekunder lengkap pada sisi kiri.
7) celah
langit-langit primer dan sekunder bilateral
lengkap.
Menurut Zaenal (2009) ada macam
kelainan yang terjadi, oleh karena itu dibuatkan klasifikasi kelainan agar lebih
mudah dipahami.
Macam – macam klasifikasi kelainan labiopalatoschizis seperti dibawah ini :
Gambar 9. macam-macam klasifikasi kelainan labiopalatochizis
Sumber: http://www.artikelkeperawatan.info/interfensi-keperawatan-celah-bibir-bibir-sumbing-cl-280.html
c. Unilateral
1)
celah bibir satu sisi
tidak lengkap,
2)
terjadi pada satu sisi
terlihat sebagai suatu celah kecil pada bibir,
3)
celah bibir satu sisi
lengkap.
d. Bilateral
1)
celah bibir dua sisi
tidak lengkap,
2)
celah bibir dua sisi
lengkap,
3)
hanya terkena bibir
saja,
4)
terjadi di bibir,
hidung dan alveolus.
Gambar
10. Kelainan celah bibir bilateral dan
unilateral
Sumber
: http://medicastore.com
e. Complate
Celah berbentuk sempurna hingga
membentuk dasar hidung ataupun bagian dari palatum lunak dan keras tidak
menyatu.
f. Incomplate
Celah berbentuk tidak sempurna
hanya sebagian kecil saja ( Zaenal, 2009).
Dibawah ini adalah
contoh kelainan langit-langit yang incomplate
:
Gambar 11.
Kelainan celah langit-langit yang incomplate
Menurut
Damayanti (2009), macam-macam celah langit-langit dibagi menjadi dua yaitu :
a. Congenital cleft palate,
yaitu celah langit-langit bawaan
b. Acquired cleft palate,
yaitu celah langit-langit yang didapat, misalnyakarena trauma, penyakit atau
kanker.
Menurut derajatnya (Damayanti, 2009)
celah langit-langit dibagi :
a.
Complate
cleft palate, yaitu celah langit-langit lengkap
dimana kelainan yang terdapat di langit-langit juga dilinggir alveolar dan
bibir terkena baik unilateral maupun bilateral.
b.
Incomplate
cleft palate, yaitu celah langit-langit tidak
lengkap. Kelainan bentuk hanya pada palatum
durum maupun palatum mole
(Damayanti, 2009).
5.
Faktor–faktor
penyebab celah bibir dan langit-langit (labiopalatoschizis)
Secara garis besar, faktor yang diduga
menjadi penyebab terjadinya celah bibir dan celah langit-langit dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu :
a. Faktor
keturunan (herediter)
Faktor
herediter dianggap sebagai faktor yang sudah dapat dipastikan sebagai penyebab
terjadinya celah bibir. Bropy (1971) mencatat beberapa kasus anggota keluarga
yang mempunyai kelainan wajah dan palatal yang terdapat pada beberapa generasi.
Kelainan ini tidak selalu serupa, tetapi bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral, pada beberapa contoh tampak mengikuti hukum Mendel dan
pada kasus lainnya didistribusi kelainan ini tidak beraturan.
Sadler (1996) mengatakan bahwa 75%
dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25%
bersifat dominan, dengan demikian misalnya seorang ibu melahirkan 4 orang anak,
1 anak kemungkinan mengalami kelainan bibir sumbing, contoh lain apabila orang
tuanya normal dan mempunyai seorang anak yang menderita celah bibir,
kemungkinan bayi selanjutnya akan mendapat cacat yang sama adalah 4%. Apabila
dua saudara kandung terkena, resiko bagi anak berikutnya meningkat 9% akan tetapi
apabila salah satu dari kedua orang tuanya mengalami celah bibir dan mempunyai
satu anak yang mengalami cacat yang sama, kemungkinan anak berikutnya untuk
terkena meningkat menjadi 17% (Sadler, 1996). Adapun kelainan lainnya yaitu
kelainan mutasi gen dan kelainan kromosom (Widjanantie, 2008).
Ada
beberapa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut :
1) Mutasi
Gen
Ditemukan sejumlah sindroma/gejala yang
diturunkan menurut hukum Mandel, baik secara autosomal, resesif, maupun X-Linked, pada autosomal dominan orang
tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama,
sedangkan kelainan autosomal resesif kedua orang tua normal, tetapi sebagai
pembawa gen abnormal. Kasus X-Linked
juga wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan,
sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini (Albery, 1986).
2) Kelainan
Kromosom
Material genetik dalam kromosom dapat
terjadi adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom, yang terdiri dari 22 pasang kromosom sex (kromosom X
dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Penderita bibir sumbing terjadi pada
Trisomi 13 atau sindroma atau dimana ada 3 untai kromosom pada tiap selnya adalah 47, jika terjadi hal seperti itu
selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan berat pada perkembangan otak,
jantung dan ginjal, namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1
dari 8.000-10.000bayi yang lahir (Wikipedia, 2009). Celah bibir terjadi sebagai
suatu ekspansi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 18 dan Trisomi 13
(Sigger, 1987).
b. Faktor
Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan hal-hal di luar tubuh
penderita selama masa pertumbuhan dalam kandungan yang mempengaruhi atau
menyebabkan terjadinya celah bibir atau celah langit-langit. Usia kehamilan
yang rentan pada saat pertumbuhan embriologis adalah trimsemester pertama (6
minggu pertama sampai 8 minggu), pada saat itu merupakan proses pembentukan
jaringan dan organ-organ dari calon bayi. Pengaruh lingkungan juga dapat
menyebabkan atau berinteraksi dengan genetika untuk memproduksi celah pada
bagian wajah. Sebuah contoh bagaimana faktor lingkungan dapat dihubungkan
dengan genetika berasal dari penelitian tentang mutasi pada gen PHF8 yang menyebabkan celah
bibir/langit-langit. Ditemukan bahwa PHF8
(demethylase lisin histone) dan terlibat dalam regulasi epigenetik. Aktivitas katalitik PHF8 tergantung pada oksogen molekuler, fakta yang di anggap
penting sehubungan dengan laporan mengenai kejadian peningkatan celah bibir dan
langit-langit pada tikus yang telah terkena hipoksia
dini selama kehamilan, pada manusia, bibir sumbing janin dan kelainan
bawaan lain juga telah dihubungkan dengan hipoksia ibu, seperti yang disebabkan
oleh misalnya ibu merokok, ibu penyalahgunaan alkohol atau beberapa bentuk
pengobatan hipertensi ibu, faktor lingkungan lain yang telah dipelajari
meliputi : penyebab musiman (seperti eksposur
pestisida), diet ibu dan asupan vitamin, retinoid yang merupakan anggota vitamin A keluarga, obat-obatan
antikonvulsan, alkohol, penggunaan rokok, senyawa nitrat, pelarut emorganik dan obat-obatan terlarang (Kartawidjaya,
1995).
c. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan embrio antara lain :
1) Faktor
usia ibu
Seiring bertambahnya usia waktu ibu
hamil, bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi
dengan kelainan trisomi. Peningkatan resiko ini diduga sebagian akibat
bertambahnya umur sel telur yang telah dibuahi. Wanita dilahirkan dengan
400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya, oleh
karena itu jika umur wanita 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35
tahun (Pai, 1987), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh tim dari Kanada
mengatakan bahwa resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah
besar sesuai dengan usia bertambahnya usia ibu.
2) Obat-obatan
Pemberian obat pada wanita hamil
menimbulkan persoalan bagi dokter, meskipun obat yang digunakan selama
kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin
yang tumbuh akan jadi penerima obat (Gan, 1987).
Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan
trimester pertama, kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa
obat yang tidak di konsumsi selama kehamilan adalah rimfapisin, fenatisin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam
fluftamat, ibuprofen dan penislamin
(Gilarisi, 2010).
Obat - obatan antimetasin yang digunakan
pada masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah bibir dan celah
langit-langit. Obat-obat neoplastik terbukti menyebabkan terjadinya cacat ini
pada binatang, walaupun pada manusia belum terbukti, sebaiknya obat-obat ini
tidak diberikan pada masa kehamilan (Gan, 1987).
3) Nutrisi
Selama kehamilan ibu banyak mengalami
perubahan agar siap memperbesar janin, memudahkan untuk kelahiran, dan untuk
memproduksi ASI bagi bayi yang akan dilahirkan. Agar kehamilan berjalan dengan
sukses, maka keadaan nutrisi ibu hamil terpenuhi selama kehamilan mendapat
tambahan protein, mineral zat besi, kalsium, asam folat, dan energi. Kondisi
nutrisi yang dikonsumsi ibu ketika hamil berpengaruh dengan kondisi bayi yang
dilahirkan. Kekurangan nutrisi pada ibu hamil akan berakibat pada berat badan
bayi yang rendah, kelahiran premature, kematian bayi sebelum lahir dan cacat
bawaan, misalnya labiopalatoschizis pada bayi yang akan dilahirkan (Francin,
dkk., 2005).
Kejadian kasus terjadinya celah bibir
dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi rendah.
Penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi (Gilarisi, 2010).
4) Daya
pembentukan embrio yang menurun
Celah bibir dan celah langit-langit
ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak
(Gilarisi, 2010).
5) Penyebab
penyakit
Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya celah bibir dan
langit-langit (Gilarisi, 2010).
6) Radiasi
Efek teratogenik pengion telah diketahui
dan diakui dapat mengakibatkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit.
Efek genetik yaitu efek yang mengenai alat-alat reproduksi yang akibatnya
diturunkan pada generasi berikutnya, dapat terjadi bila dosis penyinaran tidak
menyebabkan kemandulan. Efek genetik tidak mengenal ambang dosis. Dosis yang
kecilpun dapat menimbulkan mutasi gen, makin tinggi dosis makin besar
kemungkinan terjadinya celah bibir dan celah langit-langit (Gilarisi, 2010).
Bila wanita usia kehamilannya 10 hari
terkena radiasi sebesar 5 Rad, akan mengakibatkan mengalami keguguran, 3-4
minggu sampai 12 minggu akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan seperti akan
mengalami cacat bawaan (labiopalatoschizis),
bila dosis radiasi sangat besar akan mengakibatkan kematian pada janin /bayi
yang sedang dikandung (Lukman, 1994).
7) Stres
emosional
Keadaan tersebut korteks adernal akan
menghasilkan hidrokortison yang berlebihan. Terbukti pada binatang percobaan,
bahwa pemberian hidrokortison yang sangat tinggi pada masa kehamilan
menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit-langit (Gilarisi, 2010).
8) Trauma
pada trimester pertama kehamilan
Celah bibir bukan hanya menyebabkan
gangguan estetik pada wajah, tetapi juga menyebabkan kesulitan dalam bicara,
menelan, pendengaran dan gangguan psikologis penderita serta orang tuanya.
Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi, serta
timbulnya infeksi (Gilarisi, 2010).
9) Status
sosial ekonomi
Memiliki variabel-variabel yang
berkaitan dengan kontribusi terhadap terjadinya bibir dan atau langit-langit
sumbing, seperti gizi, merokok, alkohol, penyakit dan infeksi. Faktor-faktor
tersebut cenderung telah diteliti secara retrospektif pada beberapa negara di
dunia dan studi tersebut sekarang dilakukan secara prospektif di Denmark dan
Norwegia yang berhubungan dengan hasil reproduksi. Aspek lain dari gizi yang
belum secara baik dipelajari adalah efek dari obesitas / kelaparan dan hal
tersebut mungkin berguna untuk studi di masa depan untuk menilai tinggi dan
berat badan untuk mendapatkan ukuran indeks massa tubuh sehingga diperoleh
kaitannya dengan celah orofacial (Gilarisi,
2010).
6.
Kelainan
kongenital
Celah
bibir dan celah langit-langit merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi pada
bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.
Kelainan ini ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas yang
biasanya berlokasi di bawah hidung dan dapat terjadi bersamaan dengan celah
langit-langit. Kelainan ini juga merupakan jenis cacat bawaan yang disebabkan
oleh gangguan pembentukan organ tubuh wajah selama kehamilan (Zaenal, 2009).
Ada
beberapa teori mengenai labiopalatoschizis
yaitu:
a. Teori
Fusi
Disebut
teori klasik, pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh kehamilan, processus maxillary berkembang ke arah
depan menuju garis median, mendekati processus
nasomedialis dan kemudian bersatu, bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillary dengan processus medialis maka dapat
menyebabkan celah bibir (Oosten, D., 2010).
b. Teori
Hambatan Perkembangan
Disebut
teori penyusupan dari mesoderm. Mesoderm mengadakan penyusupan menyebrangi
celah sehingga bibir atas berkembang normal. Victor Veau bersama dengan
Hocsteter menyatakan bila terjadi kegagalan migrasi mesoderm menyebrangi celah maka
celah bibir akan terbentuk (Oosten, D., 2010).
c. Teori
Mesodermal sebagai kerangka membran brankhial
Minggu
kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan mesodermal yang
bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah wajah. Bila mesodermal tidak ada, maka dalam
pertumbuhan embrio membran brankhial akan
pecah sehingga akan terbentuk celah bibir (Oosten, D., 2010).
d. Gabungan
teori fusi dan penyusupan mesodermal
Menurut
Patten (1971), pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir,
yaitu adalah fusi processus maxillary dan
penggabungan kedua processus nasomedialis
yang nanti akan membentuk bibir bagian tengah (Oosten, D., 2010).
7.
Etiologi
labiopalatoschizis
Sampai
saat ini penyebab terjadinya celah bibir dan celah langit-langit masih belum
diketahui secara pasti, akan tetapi faktor yang dapat dipastikan sebagai
penyebab terjadinya mulut labiopalatoshcizis
pada bayi yaitu faktor keturunan (Bropy, 1971), etiologi celah bibir dan celah
langit-langit penting diketahui untuk mengungkap patogenesis dan kelainan
tersebut.
Kelainan
sumbing selain mengenai bibir juga mengenai langit-langit. Kelainan celah langit-langit
berefek pada fungsi seperti menelan, makan, minum dan bicara. Pada kondisi
normal langit-langit menutup rongga mulut antara mulut dan hidung. Bayi yang
langit-langitnya sumbing rongga ini tidak ada sehingga kemampuan bayi untuk
menghisap lemah dan dapat menyebabkan bayi tersedak, keadaan ini menyebabkan
intake minum atau makanan yang masuk menjadi berkurang dan jelas berefek pada
pertumbuhan dan perkembangan bayi, selain itu juga mudah terkena infeksi
pernapasan karena terbukanya palatum, tidak ada batas antara mulut hidung
bahkan infeksi menyebar sampai ke telinga (Novikasari, 2010).
8. Komplikasi
Menurut
Novikasari (2010) ada beberapa komplikasi yang terjadi pada pasien yang
mengalami labiopalatoshcizis adalah :
a. Kesulitan
berbicara hipernasalitas,artikulasi,
Kompensatori, dengan adanya
celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang
keluar menjadi sengau.
b.
Maloklusi
pola erupsi gigi abnormal, jika celah melibatkan
tulang alveolar, alveoarl ridge terletak
di sebelah palatal, sehingga di sisi celah dan di
daerah celah sering terjadi erupsi.
c. Masalah
pendengaran –otitis media requrens sekunder,
dengan adanya celah pada palatum sehingga muara tuba eustachii terganggu
akibatnya dapat tterjadi otitis media
requrens sekunder.
d. Aspirasi,
dengan terganggunya tuba eustachii,
menyebabkan reflek menghisap an menelan terganggu, akibatnya dapat terjadi
aspirasi.
e. Distress
pernapasa, dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernapasan.
f. Resiko
infeksi saluran napas, adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan
udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan
bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernapasan.
g. Pertumbuhan
dan perkembangan terlambat, dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat
menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu, akibatnya
bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
h. Asimetri
wajah, jika celah ke dasar hidung “ alur
cartilago “ dan kurangnya penyangga
pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asinutris wajah.
i.
Penyakit periodontal.
Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang
tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat
aspek distal dan medial insisife pertama
dapat menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal.
j.
Crosbite,
penderita labiopalatoshcizis
sering kali proksimalnya menonjol dan lebih rendah posterior remaxillary yang colaps medialnya dapt menyebabkan
terjadinya crosbite.
k.
Perubahan harga diri
dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri dan citra
tubuh.
9.
Penanganan
labiopalatoshcizis
Ada
tiga tahap penanganan labioschizis
yaitu :
a. Tahap
sebelum operasi
Celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester khusus non alergenik
untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses
tumbung kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi ke arah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan
lidah pada prolabium, karena jika hal
ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara
kosmetika hasil akhirnya yang di dapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba (Millard, 1987).
b. Tahap
sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan
operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi
menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli
bedah, usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan
bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan, sehungga jika koreksi pada bibir
lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah
sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang
sempurna (Millard, 1987).
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18-20
bulan, mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Palatoplasty dilakukan sedini mungkin
(15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak
belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil
operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit
dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan
tindakan terapi karena jika tidak, setelah operasi sengau pada saat bicara
tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusijuga
terbelah (gnatoschizis) kelainannya
menjadi labiognatopalatoschizis,
koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8-9 tahun bekerja sama dengan
dokter gigi ahli orthodonsi (Millard, 1987).
c. Tahap
setelah operasi
Tahap selanjutnya adalah tahap
setelah operasi, penatalaksanaannya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi
yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi
pada orang tua pasien, misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas
operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk
memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika
usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi, membuat operasi hanya
untuk keperluan kosmetika saja, sedangkan secara fisiologis tidak tercapai,
fugsi bicara tetap terganggu sperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap
tidak sempurna, tindakan terapi pun tidak banyak bermanfaat (Akmalsari, 2012).
10. Pencegahan
Menurut
Wikipedia (2009) pencegahan labiopalatoschizis
:
a. Menghindari
merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan
faktor resiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah
orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten
dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di
Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi
negara itu. Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir
tiga per empatnya tinggal di negara berkembang, seringkali dengan adanya
dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian
tembakau (Wikipedia, 2009).
Banyak laporan telah mendokumentasikan
bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun
terus menigkat secara global pada dekade terakhir. Diperkirakan Wikipedia
(2009) bahwa pada tahun 1995, sekitar 12-14 juta perempuan di seluruh dunia
merokok selama kehamilan mereka dan ketika merokok secara pasif juga di catat,
50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama
kehamilan mereka (Wikipedia, 2009).
b. Menghindari
alkohol
Peminum alkohol berat selama
kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit
mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek 10%
kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome), pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada pertemuan konsesus WHO
(Bulan mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan
celah orofacial dirumitkan oleh bias
yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol
diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar
disebabkan murni karena alkohol (Wikipedia, 2009).
c. Memperbaiki
nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat
dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester pertama kehamilan sangat penting
bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus,
yaitu nutrisi seperti:
1) Asam
folat
Peran asupan
folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial
sulit untuk di tentukan dalam studi kasus – kontrol manusia karena folat
dari sumber makanan memiliki bioavaibillitas yang luas dan suplemen asam folat
biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga
mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat
ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat
penting pada setiap tahahp kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan (Zaenal,
2009).
Asam
folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan, yaitu dalam proses
maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut dan dalam
mencegah efek kongenital selama tumbuh kembang embrionik, telah disarankan
bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti
bibir dan/atau langit-langit sumbing (Zaenal, 2009).
2) Vitamin
B-6
Vitamin
B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada
binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin
A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin
B-6, diketahui menginduksi celah orofasial
dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya
langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percobaan, namun
penelitian pada manusia masih kurang utntuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam
terjadinya vitamin B-6 (Zaenal, 2009).
3) Vitamin
A
Asupan
vitamin A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Defisiensi
vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan efek
kelahiran lainnya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan
vetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitaminA juga dapat menghasilkan
kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000
kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi
lainnya umum terjadi pada wanita yang mengonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin
A pada masa perikonsepsional (Zaenal, 2009).
d. Modifikasi
pekerjaan
Data-data yang ada dan penelitian
skala besar menyarankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan
pekerjaan ibu hamil(pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikultur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang
diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran
dari pestisida, hal ini diketahui
dari beberapa peneilitian, namun tidak
semua. maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan
yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator
motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya
celah orofasial (Wikipedia, 2009).
e. Suplemen
nutrisi
Beberapa
usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan, ini di motivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada
percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat
namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik
yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial
dilakukan di Eropa dan penelitiannya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen
nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak
mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya. Salah satu tantangan terbesar dalam
penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial
adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya (Zaenal, 2009).
D.
Peran
Orang Tua Mengatasi Anak yang Mengalami Celah Bibir dan Langit-Langit ( labiopalatoschizis )
Kelainan sumbing selain mengenai bibir
juga bisa mengenai langit-langit, berbeda pada kelainan bibir yang terlihat
jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada
fungsi mulut seperti menelan, makan, minum dan bicara, pada kondisi normal
langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung, pada bayi yang
langit-langitnya sumbing ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada
saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum / makanan yang masuk
menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya,
selain itu juga mudah terkena infeksi saluran napas atas karena terbukanya
palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar
sampai ke telinga (Wikipedia, 2009).
Untuk membantu keadaan ini biasanya pada
saat bayi baru lahir dipasang selang :
1.
Nasogastric
tube, adalah selang yang dimasukan melaui
hidung berfungsi untuk memasukan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi
intake makanan (Wikipedia, 2009).
Gambar
12 . Nasogastric tube
Sumber : http://rahmagika.blogspot.com/
2.
Pemasangan obturator, yang terbuat dari bahan
akrilik yang elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya
khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggapan obturator menghambat pertumbuhan wajah
pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol
sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan obturator tiap satu atau dua mingggu sekali kontrol dan tiap
beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yang baru sesuai
pertumbuhan pasien. Obturator juga
harus dibersihkan otherwise malah
jadi sumber infeksi, jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat
mutlak, dengan berbagai pertimbangan tersebut jadi dokter memutuskan perlu atau
tidaknya tergantung situasi dan kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri
susu dan menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu
agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yang tidak perlu di beri tali
(Wikipedia, 2009).
Gambar 13.Bayi
yang menggunakan Obturator
Sumber : http://rahmagika.blogspot.com/
3.
Pemberian dot khusus,
dot ini bisa di beli di apotek-apotek besar. Dot ini bentuknya lebih panjang
dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa, tujuannya dot yang panjang
menutupi lubang di langit-langit mulut susu bisa langsung masuk ke
kerongkongan, karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit
lebih lebar (Akmalsari, 2012).
Gambar 14. Dot
khusus untuk penderita Labiopalatoschizis
Sumber : http://rahmagika.blogspot.com/
4.
Cara menyusui bagi ibu
yang memiliki anak dengan bibir sumbing :
a. Memberi
tahu ibu kepentingan ASI bayinya.
b. Usaha
untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat memegang puting dan
areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu atau plak gigi yang khusus atau obturator), kadang-kadang payudara ibu
menutup celah itu dengan sudut 45⁰.
c. Memerah
susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir atau sendok teh
(Wikipedia, 2009).
Gambar 15. cara
memberikan susu/ASI dengan menggunakan dot khusus
Sumber : http://rahmagika.blogspot.com/
E.
Landasan
Teori
Pada bayi baru lahir yang mengalami
celah bibir dan langit-langit akan menghadapi kesulitan dalam menyusu, yaitu
tidak efisiennya penghisapan saat menyusu dan kemungkinan susu masuk ke saluran
napas sehingga menyebabkan bayi tersedak serta air susu keluar melalui hidung. Penanganan
tersebut diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik,THT, orthodontist serta terapis bicara,
psikolog, ahli nutrisi dan audiolog (Kurniawan, dkk., 2009).
F.
Kerangka Teori
Gambar 16. Kerangka teori manfaat pembuatan feeding
aids pada bayi yang menderitacelah bibir dan langit-langit.
Kerangka Teori :
Manfaat pembuatan feeding aids pada
bayi yang menderita celah bibir dan langit-langit. Kerangka literatur ini
dibuat dari landasan teori yang bertujuan untuk mengetahui manfaat pembuatan
feeding aids pada bayi yang menderita celah bibir dan langit-langit seperti
bayi dengan kelainan (labiopalatoshcizis), faktor herediter yaitu mutasi gen
dan kelainan kromosom, faktor yang mempengaruhi pada masa kehamilan seperti
usia ibu, obat-obatan yang dikonsumsi ibu pada masa kehamilan, nutrisi, daya
pembentukan embrio yang menurun, penyebab penyakit, radiasi, stres emosional,
trauma, dan faktor lingkungan seperti penggunaan rokok, alkohol, obat-obatan
terlarang, obat-obatan antikonvulsan, senyawa nitrat yang dapat menyebabkan
terjadinya labiopalatoshcizis sehingga perlu menggunakan alat bantu yaitu
feeding aids, keuntungan pengunaan alat bantu ini untuk
menutupi celah pada langit-langit, tujuan pemasangan feeding aids ini adalah
Untuk membantu perkembangan rahang, untuk mencegah infeksi, untuk mencegah
masuknya makanan ke paru-paru, supaya tidak tersedak pada saat makan dan minum,
mencegah infeksi sekunder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar